Jumat, 29 Maret 2013

Makalah Ilmu Guzzee Rois


.        Ulumul Hadits: Masa Prakodifikasi  Dan Kodifikasi Hadits                                                                                                                               
      A. PENDAHULUAN

Sejarah pembinaan dan penghimpunan hadits di antara ulama ada perbedaan pendapat dalam menyusun periodesasi pertumbuhan dan perkembangan hadits. Ada yang membaginya kepada tiga periode saja, seperti masa Rasulullah Saw, sahabat, penyeleksian hadits, serta masa sesudahnya. Sahabat  membaginya pada periodesasi yang lebih terperinci sampai 5 atau 7 periode dengan spesialisasi tertentu. Adapun yang perlu diuraikan secara khusus pada pembahasan di sini ialah masa prakodifikasi dan masa kodifikasi.
Sejarah pengumpulan dan penulisan Hadits dan ilmu Hadits telah melewati fase historis yang sangat panjang semenjak Nabi SAW, sahabat, tabi’in dan seterusnya hingga mencapai puncaknya pada kurun abad III Hijriyah. Perjuangan para ulama Hadits yang telah berusaha dengan keras dalam melakukan penelitian dan penyeleksian terhadap hadish, mana yang soheh dan mana yang da’if, telah menghasilkan metode-metode yang cukup kaya, mulai dari metode penyusunan dalam berbagai bentuknya (musnad, sunan, jami’ dan lain-lainnya), hingga kaidah-kaidah penelusuran Hadits. Kaidah-kaidah tersebut akhirnya menjadi disiplin ilmu tersendiri yang kemudian disebut dengan ilmu Hadits.
Namun, karena pembukuan Hadits baru bisa di lakukan dalam rentang waktu yang cukup lama (hampir seratus tahun) setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ditambah lagi dengan kenyataan sejarah bahwa banyak Hadits yang dipalsukan, maka keabsahan Hadits-Hadits yang beredar di kalangan kaum muslimin menjadi rancau, meskipun mereka telah meneliti dengan seksama.
B.     PEMBAHASAN
Kodifikasi adalah usaha pengumpulan dan pembukuan hadits secara resmi di bawah komando seorang khalifah dalam bentuk sebuah buku (mushab) yang dihimpun dari berbagai sumber dari para penghafal dan penulis hadits sejak masa Rasulullah SAW, sahabar dan tabiin yang keberadaannya bertebaran di berbagai wiayah.
Apabila memperhatikan perjalanan kodifikasi hadits sejak masa Rasulullah SAW hingga saat ini maka dapat dikatakan bahwa masa itu dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu prakodifikasi dan kodofikasi.
1.            Masa Prakodifikasi

Masa prakodifikasi adalah periode pertama sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits. Masa ini hanya berlangsung lebih kurang 23 tahun yaitu mulai tahun 11 sebelum hijriah-11 hijriah (610 – 632 M) masa ini merupakan kurun waktu turun wahyu (ashr al-wahyi) dan sekaligus sebagai, masa pertumbuhan hadits. (Sohari, 2010:45)
a.                Masa Nabi Muhammad Saw
Pada masa Nabi Muhammad Saw, cara bela menyampaikan hadits ada 4, yaitu :
·      Melalui para jama’ah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis al-`ilmi.
·      Melalui para sahabat tertentu, yang kemudian oleh para sahabat tersebut disampaikannya kepada orang lain.
·      Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka.
·      Melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabat-sahabatnya (jalan musyahadah).
b.               Masa Sahabat
Periode ke-2 sejarah perkembangan hadits adalah masa sahabat. Pada masa sahabat besar, perhatian mereka masih terfokus kepada pemeliharaan dan penyebaran al-Qur`an. Dengan demikian, maka keriwayatan hadits belum begitu berkembang, bahkan mereka berusaha membatasi periwayatan hadits tersebut, oleh karena itu, masa ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan atau memperketat periwayatan (at-tsabut wa al-iqlal ar-riwayah).

2.            Masa Kodefikasi

Kodefikasi atau yang disebut dengan taswin hadits, artinya pencatatan, penulisan, atau pembukuan hadits. Cara individual, seperti diuraikan oleh para sahabat sejak zaman Rasul Saw. Kegiatan ini di mulai pada masa pemerintahan islam di pimpin oleh khalifah Umar bin Abd al-Aziz (khalifah kedelapan dari kekhalifahan bani umayah), melalui intruksinya kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm (gubernur Madinah) dan para ulama Madinah agar memperlihatkan dan mengumpulkan hadits dari para ulama Madinah ialah, yang berbunyi:

اُنْظُرُوُاحَدِيْثَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَي الله عليه وسلم فَقْتُبُوْهُ فَاِنّي خِفْتُ دُرُوْسَ الْعِلْمِ وَذِهَابِ اَهْلِهِ (وَفِي رِوَايَةٍهَابِ الْعُلْمَاءِ) وَلَاتُقْبَلُ إِلَّاحّدِيثَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلّمُ

Perhatikan atau periksalah hadits-hadits Rasul Saw., kemudian tulislah! Aku khawatir akan lenyapnya ilmu dengan meninggalnya para ahlinya.( menurut suatu riwayat disebutkan meninggalnya para ulama). Dan janganlah kamu terima, kecuali hadits Rasul Saw.
               Maka dari itu khalifah mengintruksikan kepada Abu Bakar ibn Muhammad bin Hazm (w.117 H) agar Amrah bin Abdurrahman al-Anshari (w. 98), murid kepercayaan Syihab Az-Zuhri (w. 124 H), yang dinilainya sebagai orang yang lebih banyak mengetahui hadits daripada yang lainya untuk menuliskan hadits. Para ulama di masanya memberikan komentar, bahwa jika tanpa dia, di antara hadits-hadits niscaya sudah banyak yang hilang.
                                    Pada masa kodifikasi, terdapat beberapa periode. Yaitu kodifikasi pada Periode I, II, III, IV, V, VI, Sampai Sekarang.
a.       Periode Abad I (Periode Tadwin)
Terjadi pada masa Khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz pada tahun 99 H. Alasan beliau membukukan hadits ialah:
·            Para perawi yang membendaharakan hadits akan semakin tua dan wafat, dan meninggalnya para ulama dimedan perang.
·            Kekhawatiran akan tercampurnya hadits palsu dan hadits shahih.
·            Semakin meluasnya wilayah Islam, sementara kemampuan para thabi`in yang di utus ke wilayah baru tidak sama.

Cara pengumpulan hadits:
·            Mengirimkan surat kepada seluruh gubernur untuk membukukan hadits yang ada pada ulama di wilayahnya masing-masing.
·            Meminta Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Hazm membukukan hadits. Kitab hadits ini kitab pertama yang di tulis pada masa kodifikasi. Akan tetapi kitab ini tidak terpelihara dan hilang musnah. (Uswatun H, 2012:46).

b.      Periode Abad II
Periode ini disebut juga periode seleksi. Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Abbas. Ulama pada periode ini menyempurnakan misi para ulama pada abad pertama. Para ulama pada abad pertama dan awal abad ke-2 membukukan hadits masih bersifat lokal dan tidak menyaringnya.
Cara pengumpulan hadits:
·            Membukukan hadits dan juga fatwa para sahabat dan thabi’in secara bersama
·            Pada ujung abad ke-2 kitab disusun dengan cara memisahkan antara hadits dan fatwa.
·            Melakukan perlawatan untuk mencari dan mengumpulkan hadits.

c.       Periode Abad III
Periode ini ialah periode mentashihkan dan menyusun kaedah-kaedahnya. Pada masa abad ke-2 para ulama belum membedakan kualitas hadits. Mereka masih mencampurkan hadits yang berkualitas sahih dan hadits yang berkualitas dhaif. Segala hadits yang mereka terima, mereka dewankan dan tidak menerangkan hadits itu sahih atau dhaif.
Cara mengumpulkan hadits:
·            Pengumpulan hadits diawali dengan meluaskan daerah yang di kunjungi untuk mencari hadits, yang dilakukan oleh Bukhari. Dia pergi ke daerah Naisabur, Rei, Baghdad, Basrah, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir, Damsyiks, Qaisariyah, Himmsah, dan `Asqalan.
·            Kemudian mengumpulkan dan menyaring hadits yang didapat yang dianggap sahih.
·            Dibukukan dalam kitab. Kitab milik Bukhari bernama Jami`us Shahih, kemudian uasahanya di susul oleh muridnya Muslim dengan kitabnya yang dikenal dengan Sahih Muslim, (Uswatun H, 2012:50).
     Setelah periode ini, muncul periode mengisnadkan hadits.  Kalau pada abad pertama, kedua dan ketiga, hadits berturut-turut mengalami masa periwayatan, penulisan (pendewanan) dan penyaringan dari fatwa-fatwa para shahabat dan tabi’in, maka hadits yang telah dikodifikasikan oleh ulama Mutaqaddimin (Ulama abad kesatu sampai ketiga) tersebut mengalami sasaran baru, yakni dihafal dan diselidiki sanadnya oleh ulama muta-akhirin (ulama abad keempat dan seterusnya)( Noor Sulaiman ,2008 :72)

d.      Periode Abad IV
Ahli hadits pada abad ke-3 hanya berusaha mentahdzibkan kitab-kitab yang telah ada, menghafal dan memeriksa sanad yang ada dalam kitab. Dan dimulai periode abad ke-IV hingga abad VI H ini disebut juga dengan masa Tahdzib, Istidrak, Istikhraj, menyusun jawami’, Zawa’id dan Athraf.
Pada abad ini ulama berfikiran untuk mencukupi riwayat hadits dengan kitab-kitab yang telah ada.
Cara pengumpulan hadits:
·            Memperbaiki susunan kitab
·            Mengumpulkan dan memudahkan jalan pengambilan hadits, seperti mengumpulkan hadits-hadits sahih, hadits-hadits hukum dan hadits-hadits targhib dalam satu kitab.
Abad keempat ini adalah abad pemisah antara ulama mutaqaddimin dan mutaakhirin. Yang mana ulama-ulama pada abad ke-2 dan ke-3 digelari dengan ulama mutaqaddimin, setelah abad ketiga berlalu bangkitlah pada abad ke-4,5,6 dan seterusnya, yang para ahli pada abad ini digelari dengan ulama mutaakhirin. yang dalam penyusunan kitab Hadits mereka berusaha sendiri menemui para sahabat atau tabi’in penghafal Hadits kemudian meneliti sendiri dengan ulama mutaakhirin yang usahanya menyusun kitab-kitab Hadits, mereka hanya menukil dari kitab-kitab ulama mutaqaddimin.

e.       Periode Abad V, VI,, dan Modern
Usaha ulama ahli Hadits pada abad V dan seterusnya adalah ditujukan untuk mengklasifikasikan hadits dengan menghimpun hadits-hadits yang sejenis kandungannya atau sejenis sifat-sifat isinya dalam kitab hadits. di samping itu mereka pada men-syarahkan (menguraikan dengan luas), dan meng-ikhtishar(meringkaskan) kitab-kitab hadits yang telah disusun oleh ulama yang mendahuluainya. Yang mana usaha Kodifikasi Hadist periode ini bertepetan Pada Tahun 656 Hijriah Sampai Sekarang.
Periode ini juga dimulai bersamaan dengan jatuhnya Dinasti Abbasiyah di bawah kekuasaan kerajaan Tartar pada tahun 656 H, dan diambil alihnya Daulah Ayyubiah di Mesir oleh dinasti Malik, tepatnya pada akhir abad ke 7 sampai abad modern.
Kebanyakan gerakan kelembagaan hadist pada periode ini, antara tokoh dan bentuk aktifitasnya, dikaji melalui studi wilayah. Karena meskipun kelahirannya tidak terputus dengan latar belakang, ide-ide, serta motivasi periode sebelumnya, namun masih adanya situasi lain bersifat teritorial yang melatarbelakanginya.
Lebih jauh lagi pada masa yang bersamaan dengan abad modern, hampir diseluruh penjuru dunia, tidak terbatas di duina islam semata-mata bahwa kajian hadist Nabi SAW semakin intens. Kajian tersebut tentunya masuk dalam era kontemporer, bahkan beranjak menuju paham positivisme. Para sarjana yang lahir pada abad ini tidak membatasi kajian maupun karya-karya di bidang materi ajaran dalam hadist semata, melainkan juga prinsip sistem periwayatan hadist dan aspek metodologinya. Oleh karena itu, lahirlah kitab-kitab Hadits hukum; seperti :
1.Sunan al-Kubra, karya Abu Bakar Ahmad bin Husain Ali al-Baihaqy (384-458 H).
2.Muntaqa al-Akhbar, karya Majduddin al-Harrany (w 652 H).
3.Nailu al-Autar, sebagai syarah dari kitab Muntaqa al-Akhbar, karya Muhammad bin Ali al-Syaukany (1172-1250 H).
Kitab-kitab Hadith Targhib wa al-Tarhib, seperti:
1.   Targhib wa al-Tarhib, karya Imam Zakiyu al-Din Abdu al-Adzim al-Mundziri (w 656 H).
Dalilu al-Falihin, karya Muhammad Ibn ‘Allan Al-Siddiqy (w 1057 H), sebegai Syarah kitab Riyadu al-Shalihin, karya Imam Muhyid al-Din Abi Zakariya al-Nawawi.
Selanjutnya bangkit ulama ahli Hadits yang berusaha menciptakan kamus Hadits untuk mencari pentakhrij suatu  Hadits atau untuk mengetahui dari kitab Hadits apa suatu Hadits itu didapatkan, seperti:
1.Al-Jami’ al-Shaghir fi AHadithi al-Basyiri al-Nadzir, Karya Imam Jalalu al-Din al-Suyuty (849-911 H).Kitab ini mengumpulkan haidts-Hadits yang terdapat pada Kutub al-Sittah dan lainnya, dan selesai ditulis tahun 907 H.
2.Dakhair al-Mawarith fi al-Dalalati ‘ala Mawadli’i al-AHadith, karya Al-Alamah al-Sayyid Abdu al-Ghani al-Maqdisy al-Nabulisy.di dalamnya terkumpul kitab Athraf  (Shahih Bukhary-Muslim, sunan empat dan Muwatta’ ).
3.Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadli al-Hadith al-Nabawy, karya Dr.A.J Winsinc dan Dr.J.F Mensing, selesai tahun 1936 M.
4.Miftah kunuzi al-Sunnah, karya Dr.Winsinc, berisikan Hadits-Hadits yang terdapat 14 macam kitab Hadits, dicetak pertama tahun 1934 di mesir.

Dengan demikian dari sekian banyak kitab-kitab hadits yang ditulis, lahir pula kitab-kitab syarah yang besar-besar seperti Fah al-Barr, Umdatul Qari dan Irsyadus Sari. Selajutnya terus-menerus berkembang hingga sampai masa abad modern semakin perhatiannya para ulama terhadap hadits. Tidak hanya kitab hadits yang disusun dan disempurnakan akan tetapi dari abad ke abad segala yang berkaitan dengan hadits semakin menjadi menarik dan berkembang.

C.     KESIMPULAN
            Sebenarnya, penulisan Hadits Nabi telah dilakukan semasa Rasulullah masih hidup oleh beberapa Sahabat. Hanya saja, penulisan itu tidak begitu banyak atau menyeluruh dan belum dibukukan. Para sahabat generasi awal, selain bersandar pada tulisan yang ada, juga berpegang pada ingatan dan hafalan mereka. Pembukuan Hadits secara resmi dimulai pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjelang akhir abad pertama hijriyah. Sesudah itu, pembukuan dan penulisan Hadits melewati beberapa proses yang semuanya bertujuan mencapai kesempurnaan dan penjagaan atas keaslian Hadits-Hadits tersebut. Karenanya, sangatlah tidak pantas kalau kaum muslim meragukan keshahihan Hadits-Hadits yang telah dikumpulkan dan dibukukan dalam kitab-kitab Hadits yang terkenal. Sebab penulisan dan pembukuan Hadits dilakukan dengan hati-hati.

D.    DAFTAR PUSTAKA

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hasanah, Uswatun dan Anwar. 2012 Ulum al-hadits. Palembang: Grafika Telindo.

Sulaiman, Noor. 2008.  Antologi Ilmu Hadith. Jakarta:Gaung Persada Press.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar