Senin, 20 Mei 2013
keberkahan dan kemanfangatan ilmu: Makalah Ilmu Guzzee Rois
keberkahan dan kemanfangatan ilmu: Makalah Ilmu Guzzee Rois: . Ulumul Hadits: Masa Prakodifikasi Dan Kodifikasi Hadits ...
Jumat, 05 April 2013
Jumat, 29 Maret 2013
Makalah Ilmu Guzzee Rois
. Ulumul Hadits: Masa Prakodifikasi Dan Kodifikasi Hadits
A. PENDAHULUAN
Sejarah
pembinaan dan penghimpunan hadits di antara ulama ada perbedaan pendapat dalam
menyusun periodesasi pertumbuhan dan perkembangan hadits. Ada yang membaginya
kepada tiga periode saja, seperti masa Rasulullah Saw, sahabat, penyeleksian hadits,
serta masa sesudahnya. Sahabat membaginya pada periodesasi yang lebih
terperinci sampai 5 atau 7 periode dengan spesialisasi tertentu. Adapun yang
perlu diuraikan secara khusus pada pembahasan di sini ialah masa prakodifikasi
dan masa kodifikasi.
Sejarah pengumpulan dan penulisan Hadits dan
ilmu Hadits telah melewati fase historis yang sangat panjang semenjak Nabi SAW,
sahabat, tabi’in dan seterusnya hingga mencapai puncaknya pada kurun abad III
Hijriyah. Perjuangan para ulama Hadits yang telah berusaha dengan keras dalam
melakukan penelitian dan penyeleksian terhadap hadish, mana yang soheh dan mana yang da’if, telah
menghasilkan metode-metode yang cukup kaya, mulai dari metode penyusunan dalam
berbagai bentuknya (musnad, sunan, jami’ dan lain-lainnya), hingga kaidah-kaidah
penelusuran Hadits. Kaidah-kaidah tersebut akhirnya menjadi disiplin ilmu
tersendiri yang kemudian disebut dengan ilmu Hadits.
Namun, karena pembukuan Hadits baru bisa di
lakukan dalam rentang waktu yang cukup lama (hampir seratus tahun) setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, ditambah lagi dengan kenyataan sejarah bahwa banyak Hadits
yang dipalsukan, maka keabsahan Hadits-Hadits yang beredar di kalangan kaum
muslimin menjadi rancau, meskipun mereka telah meneliti dengan seksama.
B.
PEMBAHASAN
Kodifikasi adalah usaha pengumpulan
dan pembukuan hadits secara resmi di bawah komando seorang khalifah dalam
bentuk sebuah buku (mushab) yang dihimpun dari berbagai sumber dari para
penghafal dan penulis hadits sejak masa Rasulullah SAW, sahabar dan tabiin yang
keberadaannya bertebaran di berbagai wiayah.
Apabila memperhatikan perjalanan
kodifikasi hadits sejak masa Rasulullah SAW hingga saat ini maka dapat
dikatakan bahwa masa itu dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
prakodifikasi dan kodofikasi.
1.
Masa
Prakodifikasi
Masa prakodifikasi adalah periode pertama sejarah pertumbuhan dan
perkembangan hadits. Masa ini hanya berlangsung lebih kurang 23 tahun yaitu mulai
tahun 11 sebelum hijriah-11 hijriah (610 – 632 M) masa ini merupakan kurun
waktu turun wahyu (ashr al-wahyi) dan sekaligus sebagai, masa pertumbuhan
hadits. (Sohari, 2010:45)
a.
Masa
Nabi Muhammad Saw
Pada
masa Nabi Muhammad Saw, cara bela menyampaikan hadits ada 4, yaitu :
·
Melalui
para jama’ah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis al-`ilmi.
·
Melalui
para sahabat tertentu, yang kemudian oleh para sahabat tersebut disampaikannya
kepada orang lain.
·
Melalui
ceramah atau pidato di tempat terbuka.
·
Melalui
perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabat-sahabatnya (jalan
musyahadah).
b.
Masa
Sahabat
Periode
ke-2 sejarah perkembangan hadits adalah masa sahabat. Pada masa sahabat besar,
perhatian mereka masih terfokus kepada pemeliharaan dan penyebaran al-Qur`an.
Dengan demikian, maka keriwayatan hadits belum begitu berkembang, bahkan mereka
berusaha membatasi periwayatan hadits tersebut, oleh karena itu, masa ini oleh
para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan atau
memperketat periwayatan (at-tsabut wa al-iqlal ar-riwayah).
2.
Masa
Kodefikasi
Kodefikasi atau yang disebut dengan taswin hadits, artinya
pencatatan, penulisan, atau pembukuan hadits. Cara individual, seperti
diuraikan oleh para sahabat sejak zaman Rasul Saw. Kegiatan ini di mulai pada
masa pemerintahan islam di pimpin oleh khalifah Umar bin Abd al-Aziz (khalifah
kedelapan dari kekhalifahan bani umayah), melalui intruksinya kepada Abu Bakar
bin Muhammad bin Hazm (gubernur Madinah) dan para ulama Madinah agar
memperlihatkan dan mengumpulkan hadits dari para ulama Madinah ialah, yang berbunyi:
اُنْظُرُوُاحَدِيْثَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَي الله عليه وسلم
فَقْتُبُوْهُ فَاِنّي خِفْتُ دُرُوْسَ الْعِلْمِ وَذِهَابِ اَهْلِهِ (وَفِي
رِوَايَةٍهَابِ الْعُلْمَاءِ) وَلَاتُقْبَلُ إِلَّاحّدِيثَ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلّمُ
“Perhatikan
atau periksalah hadits-hadits Rasul Saw., kemudian tulislah! Aku
khawatir akan lenyapnya ilmu dengan meninggalnya para ahlinya.( menurut suatu
riwayat disebutkan meninggalnya para ulama). Dan janganlah kamu terima, kecuali
hadits Rasul Saw.
Maka
dari itu khalifah mengintruksikan kepada Abu Bakar ibn Muhammad bin Hazm (w.117
H) agar Amrah bin Abdurrahman al-Anshari (w. 98), murid kepercayaan Syihab
Az-Zuhri (w. 124 H), yang dinilainya sebagai orang yang lebih banyak mengetahui
hadits daripada yang lainya untuk menuliskan hadits. Para ulama di masanya
memberikan komentar, bahwa jika tanpa dia, di antara hadits-hadits niscaya
sudah banyak yang hilang.
Pada masa
kodifikasi, terdapat beberapa periode. Yaitu kodifikasi pada Periode I, II, III, IV, V, VI, Sampai Sekarang.
a.
Periode Abad I
(Periode Tadwin)
Terjadi pada masa Khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz pada
tahun 99 H. Alasan beliau membukukan hadits ialah:
·
Para perawi
yang membendaharakan hadits akan semakin tua dan wafat, dan meninggalnya para
ulama dimedan perang.
·
Kekhawatiran
akan tercampurnya hadits palsu dan hadits shahih.
·
Semakin
meluasnya wilayah Islam, sementara kemampuan para thabi`in yang di utus ke
wilayah baru tidak sama.
Cara pengumpulan hadits:
·
Mengirimkan
surat kepada seluruh gubernur untuk membukukan hadits yang ada pada ulama di
wilayahnya masing-masing.
·
Meminta Abu
Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Hazm membukukan hadits. Kitab hadits ini kitab
pertama yang di tulis pada masa kodifikasi. Akan tetapi kitab ini tidak terpelihara
dan hilang musnah. (Uswatun H, 2012:46).
b.
Periode Abad
II
Periode ini disebut juga periode seleksi. Pada masa
pemerintahan Dinasti Bani Abbas. Ulama pada periode ini menyempurnakan misi
para ulama pada abad pertama. Para ulama pada abad pertama dan awal abad ke-2
membukukan hadits masih bersifat lokal dan tidak menyaringnya.
Cara pengumpulan hadits:
·
Membukukan
hadits dan juga fatwa para sahabat dan thabi’in secara bersama
·
Pada ujung
abad ke-2 kitab disusun dengan cara memisahkan antara hadits dan fatwa.
·
Melakukan
perlawatan untuk mencari dan mengumpulkan hadits.
c.
Periode Abad III
Periode ini ialah periode mentashihkan dan menyusun
kaedah-kaedahnya. Pada masa abad ke-2 para ulama belum membedakan kualitas
hadits. Mereka masih mencampurkan hadits yang berkualitas sahih dan hadits yang
berkualitas dhaif. Segala hadits yang mereka terima, mereka dewankan dan tidak
menerangkan hadits itu sahih atau dhaif.
Cara mengumpulkan hadits:
·
Pengumpulan
hadits diawali dengan meluaskan daerah yang di kunjungi untuk mencari hadits,
yang dilakukan oleh Bukhari. Dia pergi ke daerah Naisabur, Rei, Baghdad,
Basrah, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir, Damsyiks, Qaisariyah, Himmsah, dan
`Asqalan.
·
Kemudian mengumpulkan
dan menyaring hadits yang didapat yang dianggap sahih.
·
Dibukukan
dalam kitab. Kitab milik Bukhari bernama Jami`us Shahih, kemudian uasahanya
di susul oleh muridnya Muslim dengan kitabnya yang dikenal dengan Sahih
Muslim, (Uswatun H, 2012:50).
Setelah
periode ini, muncul periode mengisnadkan hadits. Kalau pada abad pertama,
kedua dan ketiga, hadits berturut-turut mengalami masa periwayatan, penulisan
(pendewanan) dan penyaringan dari fatwa-fatwa para shahabat dan tabi’in, maka
hadits yang telah dikodifikasikan oleh ulama Mutaqaddimin (Ulama abad kesatu sampai ketiga) tersebut mengalami sasaran baru,
yakni dihafal dan diselidiki sanadnya oleh ulama muta-akhirin (ulama abad keempat dan
seterusnya)( Noor Sulaiman ,2008 :72)
d.
Periode Abad
IV
Ahli hadits pada abad ke-3 hanya berusaha mentahdzibkan
kitab-kitab yang telah ada, menghafal dan memeriksa sanad yang ada dalam kitab.
Dan dimulai periode abad ke-IV hingga abad VI H ini disebut juga dengan masa
Tahdzib, Istidrak, Istikhraj, menyusun jawami’, Zawa’id dan Athraf.
Pada abad ini ulama berfikiran untuk mencukupi riwayat
hadits dengan kitab-kitab yang telah ada.
Cara pengumpulan hadits:
·
Memperbaiki
susunan kitab
·
Mengumpulkan
dan memudahkan jalan pengambilan hadits, seperti mengumpulkan hadits-hadits
sahih, hadits-hadits hukum dan hadits-hadits targhib dalam satu kitab.
Abad keempat ini adalah abad pemisah antara
ulama mutaqaddimin dan mutaakhirin. Yang mana ulama-ulama pada abad ke-2 dan
ke-3 digelari dengan ulama mutaqaddimin, setelah abad ketiga berlalu bangkitlah
pada abad ke-4,5,6 dan seterusnya, yang para ahli pada abad ini digelari dengan
ulama mutaakhirin. yang dalam penyusunan kitab Hadits mereka berusaha sendiri
menemui para sahabat atau tabi’in penghafal Hadits kemudian meneliti sendiri
dengan ulama mutaakhirin yang usahanya menyusun kitab-kitab Hadits, mereka
hanya menukil dari kitab-kitab ulama mutaqaddimin.
e.
Periode Abad V, VI,, dan Modern
Usaha ulama ahli Hadits pada abad V dan
seterusnya adalah ditujukan untuk mengklasifikasikan hadits dengan menghimpun
hadits-hadits yang sejenis kandungannya atau sejenis sifat-sifat isinya dalam
kitab hadits. di samping itu mereka pada men-syarahkan (menguraikan
dengan luas), dan meng-ikhtishar(meringkaskan) kitab-kitab hadits yang
telah disusun oleh ulama yang mendahuluainya. Yang mana usaha Kodifikasi Hadist
periode ini bertepetan Pada Tahun 656 Hijriah Sampai Sekarang.
Periode
ini juga dimulai bersamaan dengan jatuhnya Dinasti Abbasiyah di bawah kekuasaan
kerajaan Tartar pada tahun 656 H, dan diambil alihnya Daulah Ayyubiah di Mesir
oleh dinasti Malik, tepatnya pada akhir abad ke 7 sampai abad modern.
Kebanyakan
gerakan kelembagaan hadist pada periode ini, antara tokoh dan bentuk
aktifitasnya, dikaji melalui studi wilayah. Karena meskipun kelahirannya tidak
terputus dengan latar belakang, ide-ide, serta motivasi periode sebelumnya,
namun masih adanya situasi lain bersifat teritorial yang melatarbelakanginya.
Lebih
jauh lagi pada masa yang bersamaan dengan abad modern, hampir diseluruh penjuru
dunia, tidak terbatas di duina islam semata-mata bahwa kajian hadist Nabi SAW
semakin intens. Kajian tersebut tentunya masuk dalam era kontemporer, bahkan
beranjak menuju paham positivisme. Para sarjana yang lahir pada abad ini tidak
membatasi kajian maupun karya-karya di bidang materi ajaran dalam hadist
semata, melainkan juga prinsip sistem periwayatan hadist dan aspek
metodologinya.
Oleh karena itu,
lahirlah kitab-kitab Hadits hukum; seperti :
1.Sunan al-Kubra, karya Abu Bakar Ahmad
bin Husain Ali al-Baihaqy (384-458 H).
2.Muntaqa al-Akhbar, karya Majduddin
al-Harrany (w 652 H).
3.Nailu al-Autar, sebagai
syarah dari kitab Muntaqa al-Akhbar, karya Muhammad bin Ali al-Syaukany
(1172-1250 H).
Kitab-kitab Hadith Targhib
wa al-Tarhib, seperti:
1.
Targhib wa al-Tarhib, karya
Imam Zakiyu al-Din Abdu al-Adzim al-Mundziri (w 656 H).
Dalilu al-Falihin, karya Muhammad Ibn ‘Allan Al-Siddiqy (w 1057
H), sebegai Syarah kitab Riyadu al-Shalihin, karya Imam Muhyid al-Din Abi
Zakariya al-Nawawi.
Selanjutnya bangkit ulama ahli Hadits yang berusaha
menciptakan kamus Hadits untuk mencari pentakhrij suatu Hadits atau untuk
mengetahui dari kitab Hadits apa suatu Hadits itu didapatkan, seperti:
1.Al-Jami’ al-Shaghir fi AHadithi al-Basyiri
al-Nadzir, Karya Imam Jalalu al-Din al-Suyuty (849-911 H).Kitab ini
mengumpulkan haidts-Hadits yang terdapat pada Kutub al-Sittah dan lainnya, dan
selesai ditulis tahun 907 H.
2.Dakhair al-Mawarith fi al-Dalalati ‘ala
Mawadli’i al-AHadith, karya Al-Alamah al-Sayyid Abdu al-Ghani al-Maqdisy
al-Nabulisy.di dalamnya terkumpul kitab Athraf (Shahih Bukhary-Muslim, sunan empat dan
Muwatta’ ).
3.Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadli al-Hadith
al-Nabawy, karya Dr.A.J Winsinc dan Dr.J.F Mensing, selesai tahun 1936 M.
4.Miftah kunuzi al-Sunnah, karya
Dr.Winsinc, berisikan Hadits-Hadits yang terdapat 14 macam kitab Hadits,
dicetak pertama tahun 1934 di mesir.
Dengan demikian dari sekian banyak kitab-kitab
hadits yang ditulis, lahir pula kitab-kitab syarah yang besar-besar seperti Fah
al-Barr, Umdatul Qari dan Irsyadus Sari. Selajutnya terus-menerus
berkembang hingga sampai masa abad modern semakin perhatiannya para ulama
terhadap hadits. Tidak hanya kitab hadits yang disusun dan disempurnakan akan
tetapi dari abad ke abad segala yang berkaitan dengan hadits semakin menjadi
menarik dan berkembang.
C.
KESIMPULAN
Sebenarnya, penulisan Hadits Nabi telah
dilakukan semasa Rasulullah masih hidup oleh beberapa Sahabat. Hanya saja,
penulisan itu tidak begitu banyak atau menyeluruh dan belum dibukukan. Para
sahabat generasi awal, selain bersandar pada tulisan yang ada, juga berpegang
pada ingatan dan hafalan mereka. Pembukuan Hadits secara resmi dimulai pada
masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjelang akhir abad pertama hijriyah.
Sesudah itu, pembukuan dan penulisan Hadits melewati beberapa proses yang
semuanya bertujuan mencapai kesempurnaan dan penjagaan atas keaslian
Hadits-Hadits tersebut. Karenanya, sangatlah tidak pantas kalau kaum muslim
meragukan keshahihan Hadits-Hadits yang telah dikumpulkan dan dibukukan dalam
kitab-kitab Hadits yang terkenal. Sebab penulisan dan pembukuan Hadits
dilakukan dengan hati-hati.
D.
DAFTAR
PUSTAKA
Sahrani,
Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia.
Hasanah,
Uswatun dan Anwar. 2012 Ulum al-hadits. Palembang: Grafika Telindo.
Sulaiman, Noor. 2008. Antologi
Ilmu Hadith. Jakarta:Gaung Persada Press.
Makalah: fungsi bahasa Indonesia dalam lembaga pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa memiliki
peranan penting dalam kehidupan, karena selain digunakan sebagai alat
komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi
secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan, pada dasarnya bahasa
merupakan ekspresi karena dengan bahasa manusia dapat menyampaikan isi hati dan
berkomunikasi dengan sesamanya.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, bahasa Indonesia mengalami banyak pengembangan dan variasi. Sehingga pengembangan bahasa itu sendiri sudah tidak asing lagi
bagi negara manapun.
Bahasa Indonesia juga merupakan bahasa
terpenting di negara Republik Indonesia. Oleh karenanya,
kedudukan bahasa
Indonesia antara lain, yaitu sebagai bahasa nasional, sebagai lambang kebanggaan bangsa, dan sebagainya.
Sedangkan fungsi bahasa Indonesia,
yaitu sebagai bahasa
negara, pengantar dalam lembaga pendidikan, alat perhubungan tingkat nasional, dan alat pengembangan budaya serta ilmu pengetahuan dan
teknologi(IPTEK).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa
fungsi bahasa Indonesia?
2.
Apa macam-macam fungsi bahasa Indonesia?
3.
Bagaimana
fungsi bahasa sebagai pengantar dalam pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa
merupakan alat untuk berpikir dan belajar. Sebagaimana telah
diketahui bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan
maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa,
Sehingga dengan adanya fungsi bahasa tersebut memungkinkan seorang untuk
berpikir secara abstrak. Dengan artian seseorang dapat memikirkan suatu hal meskipun
objek yang difikirkan itu tidak berada di dekatnya.[1]
Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia
mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa
persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, akibat pencantuman
bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945, bahasa Indonesia berhasil
mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini
mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul bersama-sama dalam
satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.[2]
Fungsi bahasa Indonesia selain kedudukannya
sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia mempunyai fungsi sebagai: (1) lambang kebanggaan Kebangsaan, (2) lambang
identitas nasional, (3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan
antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa
dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam
kesatuan kebangsaan Indonesia.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa
pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional
untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dari fungsi
bahasa ini termasuk dikategorikan dalam bentuk khusus.
B. Macam-macam Fungsi Bahasa Indonesia
Secara garis besar macam-macam fungsi bahasa Indonesia terbagi dua yakni, berdasarkan kedudukan dan
fungsinya.
1. Berdasarkan Kedudukannya
Fungsi bahasa Indonesia berdasarkan kedudukan sebagai bahasa nasional menurut hasil perumusan seminar politik
bahasa Indonesia pada tanggal 25-28 februari 1975 bahwa bahasa Indonesia
berfungsi sebagai berikut:
a.
Sebagai Lambang Kebanggaan Kebangsaan
Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai
sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar ini, bahasa
Indonesia kita pelihara dan kembangkan serta rasa kebanggaan pemakainya
senantiasa kita bina.
b. Sebagai Lambang Identitas Nasional
Bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang negara kita. Di
dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki
identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita
yang lain.
c.
Alat Perhubungan Antarwarga, Daerah, dan Budaya
Fungsi bahasa Indonesia yang ketiga sebagai
bahasa nasional adalah sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah dan
antarsuku bangsa. Berkat adanya bahasa nasional kita dapat berhubungan satu
dangan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat
perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan.
d.
Alat yang Memungkinkan Penyatuan Berbagai Suku
Bangsa Indonesia
Fungsi bahasa indonesia yang keempat dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat yang memungkinkan
terlaksananya berbagai alat suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial
budaya dan bahasa yang berbeda-beda dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia
memungkinkan berbagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa
yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan
kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang
bersangkutan. Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan
antarbudaya, bahasa Indonesia telah
berhasil pula menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkap
perasaan.[3]
2.
Berdasarkan
Fungsinya
Berdasarkan fungsi bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara/resmi menurur seminar politik bahasa nasional pada tanggal 25-28 februari 1975 sebagai berikut:
a.
Bahasa Resmi Kenegaraan
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa
Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik
dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan
itu adalah penulisan dokumen-dokumen dan putusan-putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya,
serta pidato-pidato kenegaraan.
b.
Sebagai Bahasa Pengantar di dalam Dunia Pendidikan
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa
pengantar dilembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah
(taman kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (Perguruan
Tinggi) di seluruh Indonesia, kecuali di
pelosok-pelosok daerah tertentu mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa
ibu.
Di
daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia
pendidikan tingkat sekolah dasar sampai tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu,
harus menggunakan bahasa Indonesia. Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi
(baik buku rujukan, karya akhir mahasiswa, seperti skripsi, tesis, disertasi,
dan hasil atau laporan penelitian) yang
ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia
telah mampu sebagai alat penyampaian Iptek, dan sekaligus menepis anggapan
bahwa bahasa Indonesia belum mampu mewadahi konsep-konsep Iptek.[4]
Sebagai fungsinya yang kedua di dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar
di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan
perguruan tinggi di seluruh Indonesia, kecuali di daerah-daerah, seperti daerah
aceh, batak, sunda, jawa, madura, bali,
dan makasar yang menggunakaan bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar sampai
dengan tahun ketiga pendidikan dasar.[5]
Selain itu juga menurut Minto Rahayu, telah
dibuktikan bahwa sejak bangsa Indonesia diproklamasikan sebagai negara (17
Agustus 1945), bahasa Indonesia telah digunakan sebagai pengantar dalam dunia
pendidikan menggantikan bahasa Belanda, kecuali di TK dan tiga tahun SD,
penggunaan bahasa daerah belum sama sekali dapat dihilangkan, mengingat bahasa
Indonesia masih dianggap sebagai bahasa
kedua. Namun, perkembamgan membuktikan bahwa bahasa Indonesia semakin banyak
digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan di semua jenjang dan jalur
pendidikan.[6]
Dari ketiga versi pendapat ini bisa disimpulkan
bahwa fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, itu
memiliki kesamaan dan juga perbedaan, yakni kesamaanya fungsi bahasa Indonesia
pengantar pendidikan itu di mulai dari lembaga pendidikan terendah TK, SD dan
seterusnya sampai ke jenjang yang tertinggi (Perguruan Tinggi). Adapun perbedaannya
hanya sedikit sekali yaitu dalam segi penggunaan dalam daerah masing-masing,
karena penggunaan bahasa daerah belum bisa dihilangkan, mengingat kedudukannya
masih sebagai bahasa kedua sebelum menggantikan bahasa Belanda.
c. Alat Perhubungan pada Tingkat Nasional untuk Kepentingan Pembangunan
Sebagai fungsinya yang ketiga di dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia adalah alat perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional dan untuk kepentingan pelaksanaan pemerintah.
Dalam fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai
bukan saja alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas,
dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan
juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
d. Alat Pengembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Penyebaran ilmu dan teknologi baik melalui
penulisan maupun penerjemahan buku-buku
teks serta penyajiannya di lembaga-lembaga pendidikan maupun melalui penulisan
buku-buku untuk masyarakat umum dan melalui sarana-sarana lain di luar
lembaga-lembaga pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Selain itu di dalam hubungan ini, bahasa
Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki
ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada
waktu yang sama, bahasa Indonesia kita gunakan sebagai alat untuk menyatakan
nilai-nilai sosial budaya nasional kita.[7]
C.
Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pengantar dalam Pendidikan
Mengenai penjelasan tentang fungsi bahasa Indonesia
sebagai pengantar dalam pendidikan bahwasanya telah diterangkan di atas bahwa,
kedudukan kedua dari kedudukan bahasa dibuktikan dengan pemakaian bahasa
Indonesia sebagai pengantar pendidikan dari taman kanak-kanak, maka materi
pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa Indonesia.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara
menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Karena dengan cara ini akan sangat membantu dalam meningkatkan perkembangan bahasa Indonesia
sebagai bahasa ilmu dan teknologi (IPTEK).
Mengenai
tentang bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar
dalam dunia pendidikan, dunia pendidikan di sebuah Negara memerlukan sebuah
bahasa yang seragam sehingga kelangsungan pendidikan tidak terganggu.
Pemakaian lebih dari satu bahasa dalam dunia
pendidikan mengganggu keefektifan pendidikan. Sehingga dengan sebuah keseragaman bahasa itu, dapat menjadikan lebih hemat biaya pendidikan. Selain itu juga, peserta
didik dari tempat yang berbeda dapat
saling berhubungan.[8]
1. Peranan Bahasa Dalam Pendidikan
Pendidikan bahasa Indonesia mempunyai peranan
yang penting di dalam dunia pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa
sehari-hari kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, kita harus mempelajari ilmu pendidikan tentang bahasa. Agar kita
dapat belajar dan mengetahui bagaimana cara kita menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar. Terutama bagi
calon pendidik, pendidikan bahasa dan sastra Indonesia memang sangat penting.
Karena ketika seorang pendidik memberikan pengajaran kepada anak-anak didiknya,
ia harus bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apabila seorang
pendidik menggunakan bahasa yang kurang baik, maka akan dicontoh anak-anak
didiknya.
2. Pemakaian Bahasa Dalam Pendidikan
Dalam pemakaian ataupun penggunaannya fungsi bahasa Indonesia yang
paling utama adalah sebagai alat komunikasi. Dalam hal ini berbagai penjelasan
mengenai pemakaian fungsi bahasa dalam pendidikan telah dapat dikemukakan oleh
para ahli bahasa. Beberapa pakar memberikan penjelasan mengenai pemakaian
fungsi bahasa dapat dilihat dari cara pandang masing-masing.
Akan tetapi, penjelasan mengenai pemakaian
fungsi bahasa secara keseluruhan memiliki banyak persamaan. Berdasarkan data yang
diperoleh dalam penelitian ini, secara konstekstual bahasa yang digunakan
anak-anak dwibahasawan berfungsi sebagai alat berinteraksi atau interaksional, merupakan
alat diri atau personal, alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan atau heuristik,
dan untuk menyatakan imajinasi dan khayal.[9]
Dengan demikian fungsi bahasa dapat diartikan sebagai fungsi untuk menjelaskan suatu
informasi atau materi pelajaran yang terkait secara kontekstual. Dan bahasa
Indonesia merupakan satu-satunya bahasa yang dapat memenuhi kebutuhan akan bahasa yang seragam dalam pendidikan di
Indonesia. Adapun itu juga, bahasa Indonesia dalam pemakaiannya telah berkembang pesat dan sudah tersebar luas. Sehingga pemakaian bahasa Indonesia dalam dunia
pendidikan bukan hanya terbatas pada bahasa pengantar, akan tetapi bahan-bahan
ajar juga memakai bahasa Indonesia. Dalam konteks ini bahasa Indonesia adalah
bahasa yang membuka jalan bagi kita menjadi anggota yang seutuhnya dari bangsa
Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN
1. Fungsi bahasa Indonesia dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Bahasa
merupakan alat untuk berpikir dan belajar. Sebagaimana telah
diketahui bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara
lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa,
Sehingga dengan adanya fungsi bahasa tersebut memungkinkan seorang untuk
berpikir secara abstrak.
2.
Macam-macam
fungsi bahasa Indonesia, yaitu:
a. Berdasarkan Kedudukannya
Ø Sebagai Lambang Kebanggaan Kebangsaan
Ø
Lambang identitas nasional
Ø
alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan
antarbudaya, dan
Ø
alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku
bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam
kesatuan kebangsaan Indonesia.
b.
Berdasarkan
fungsinya
Ø bahasa resmi kenegaraan
Ø bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
Ø alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan
Ø alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
3.
Fungsi
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, yaitu:
Menurut Muhammad Rohmadi, Dkk, (2008:6) tentang bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, dunia pendidikan di
sebuah Negara memerlukan sebuah bahasa yang seragam sehingga kelangsungan pendidikan tidak terganggu.
Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian, secara
konstekstual bahasa yang digunakan anak-anak dwibahasawan berfungsi sebagai alat
berinteraksi atau interaksional, merupakan alat diri atau personal, alat untuk
memperoleh ilmu pengetahuan atau heuristik, dan untuk menyatakan imajinasi dan
khayal.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. E. Kosasih, M.Pd. 2002. Kompetensi Ketatabahasaan Cermat Berbahasa Indonesia.
Bandung : CV. Yrama Widya.
Muslich Mansur dan
I Gusti Ngurah Oka. 2012. Perencanaan Bahasa pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, E.
Zainal dan S. Amran Tasai. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: CV. Akademika Presindo.
Rahayu, Minto.
2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Grasindo.
Rohmadi Muhammad, dkk. 2008. Teori dan Aplikasi: Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Surakarta: UNS Press.
Badudu, J.s. 1978. Pelik-pelik Bahasa Indonesia.
Bandung: Pustaka Prima.
Moeliono, Anton. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
[1]Kosasih,
Kompetensi Ketatabahasaan Cermat
Berbahasa, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2002), hal. 21.
[2]Masnur
Muslich dan I Gusti Ngurah Oka, Perencanaan Bahasa pada Era Globalisasi,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 47-50.
[3] Ibid,
49.
[4]
Ibid, 51.
[5] E.
Zainal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi , (Jakarta: CV. Akademika Presindo, 2006), hal. 14.
[6]
Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT.
Grasindo, 2007), hal. 19.
[7]
Moeliono, Pengembangan dan Rancangan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan
Bahasa,(Jakarta: Djambatan, 1985), hal. 15-31.
[8]
Muhammad Rohmadi, dkk, Teori dan Aplikasi Bahasa Indonesia di Perguruan
Tinggi, (Surakarta: UNS Press, 2008), hal. 6.
[9]
J.s. Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Prima, 1978),
hal. 85.
Langganan:
Postingan (Atom)